Kamis, 10 Maret 2011

VIDEO GAME MENJADIKAN ANAK-ANAK KECANDUAN

Di jaman globalisasi seperti saat ini banyak sekali orang yang kecanduan bermain game, maupun itu game online maupun game offline dan dari anak kecil hingga orang dewasa. Sudah tidak bisa dipungkiri lagi jika banyak anak sekolah yang rela membolos sekolah hanya untuk bermain game online kesukaannya di warnet. Sudah pasti pihak operator warnet harus memikirkan masa depan dari penerus bangsa tersebut dan tidak hanya memikirkan keuntungan yang diperoleh, tak luput juga peran pemerintah yang harus cepat tanggap, misalnya dengan melakukan razia warnet di jam-jam sekolah. Dan adapun beberapa kutipan tentang fenomena ini yang saya ambil dari beberapa sumber.

Bila Siswa Sekolah Dasar Kecanduan Game on line

Apa yang terlintas dalam fikiran siswa Sekolah Dasar di zaman dulu bila lonceng pulang segera berdering, misal tahun 197O-an dan 1980-an, tentu saja mereka ingin segera pulang agar bisa menyantap nasi dengan lauk pauk, goreng tempe, goreng terong dan sepotong goreng ayam (seperti dideskripsikan dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia saat itu) kemudian melakukan petualangan, bersepeda-sepeda, main layang-layang, memanjat pohon manggis, membantu orang tua menggembalakan ternak sampai kepada memancing belut dan berburu burung pipit di sawah dengan catapel. Siswa SD yang berorientasi ingin maju mungkin ingin masuk les bahasa Inggris, les mengetik, sampai kepada les elektronika.
Kata sebahagian orang bahwa sikap anak anak sekitar 20 atau 30 tahun silam menghadapi sekolah penuh dengan tanggung jawab. Mereka takut dan malu bila ternyata memperoleh nilai merah dalam rapor, mengikuti ujian dalam keadaan tidak siap dan tidak naik kelas.“Itu kan dulu, dimana motivasi instrinsik- motivasi yang berasal dari dalam diri- sangat tinggi”. Bagaimana kenyataanya dengan anak zaman sekarang ?
Cukup aneh dan bisa membuat kita kaget. Bahwa sebahagian anak anak sekarang ada yang masa bodoh dan kurang peduli dengan urusan sekolah. Mereka kurang peduli dengan PR, kurang peduli apakah guru mau memberi mau ujian atau tidak, apakah mau remedial atau mau tinggal kelas. Yang merasa lebih peduli dan jantungnya bisa copot adalah orang tua mereka sendiri. “sekarang tampaknya yang bersekolah itu adalah orang tua, sementara sang anak cuek cuek saja”, demikian komentar salah seorang orang tua siswa.
Apa yang terlintas dalam fikiran siswa Sekolah Dasar sekarang (dan juga dalam fikiran siswa SMP dan SLTA) bila mendengar bel tanda waktu pulang ? Belum tentu mereka membayangkan untuk buru buru menemui ayah ibu, ingin menyantap hidangan makan siang yang lezat, ingin sholat zuhur, ingin membuat PR, atau ingin untuk segera bertualang hingga main bola sepuas puasnya. Namun yang terlintas dalam fikiran mereka adalah bagaimana agar bisa segera memperoleh tempat duduk didepat komputer pada cafenet atau warung net. Membayangkan betapa asyiknya bisa main game on line.
Ada dua permainan game on line yang popular diantara permainan lain yaitu permainan empire dan poker. “Permainan empire adalah permainan koloniaL, ada yang menjajah dan ada yang terjajah. Pemain sendiri berperan sebagai penjajah yang menyerbu negeri orang dengan menunggang kuda. Permainan ini membuat kita punya strategi dan lebih agresif. Kalau permainan poker adalah semacam permainan berjudi, pakai kartu dan ada taruhannya, walau tidak memakai uang yang sebenarnya. Pemain bisa jadi emosional dan marah marah. Kalau ada orang dalam box internet berkata jorok, marah marah, pasti mereka sedang main game on line yang bernama poker”, kata Muhammad Fachrul Anshar (12 tahun ) menjelaskan. Pemilik cafenet dan warnet yang peduli tentu sangat tepat bila memberi peringatan agar pengguna internet tidak membuka situs porno dan berkata jorok dan kasar.
Permainan game on line memang sangat mengasyikan, ditambah lagi karena pemilik warnet juga memanjakan pengunjung cilik dengan fasilitas box yang sejuk, tempat duduk nyaman dan headphone yang bagus serta harga agak yang miring. Sekarang internet sudah menjadi industry ICT milik rumah tangga, apalagi dengan modal cuma pulsa telpon namun bisa meraup uang jajan siswa sampai mereka tekor atau deficit. Memang dalam pengamatan bahwa banyak siswa SD sampai siswa yang lebih besar menjadi pencandu internet- game on line- lebih betah berada dalam box net selama berjam-jam, menahan lapar, enggan untuk pulang, menahan panggilan orang tua sampai uang jajan dan kalau perlu uang sekolah mereka dihamburkan di sana.
Inilah yang menjadi keluhan banyak orang tua terhadap prilaku anak mereka yang timbul akibat menjamurnya industry internet- ada internet yang diberi izin sampai kepada internet liar. Dahulu orang tua protes dan mengutuk usaha hiburan yang bernama play station. Karena perhatian anak anak banyak terfokus hanya untuk datang ke play station dan enggan untuk belajar di dalam kelas. Sering siswa membolos dan lari ke play station. Sejak saat itu play station liar dan play station pengganggu telah menjadi musuh guru, orang tua dan musuh siswa dalam belajar, karena ia mampu menghancurkan minat dan motivasi belajar mereka.
Tentu saja banyak orang tua berharap agar play station penganggu segera lenyap. Kini play station mungkin sudah agak lenyap atau kurang diminati karena suasananya terlalu hiruk pikuk. Namun timbul lagi gangguan belajar yang lebih dahsyat bagi siswa yang tidak bisa mengontrol diri yaitu game on line. Sekali lagi bahwa game on line bisa membuat pengguna internet – para siswa- tergila gila, terbius hingga lupa diri untuk pulang.
Industry internet yang menjamur di suatu kota/ desa atau nagari mampu menyedot banyak pelajar. Orang tua yang anak mereka masih belajar di SD atau SMP sering cemas.“wah anak ku selalu lambat pulang, aku cemas kalau ia tertabrak motor, atau memperoleh gangguan dari orang yang jahat”. Orang tua yang selalu menunggu dengan harap harap cemas, namun sang anak tenang tenang saja dalam box internet.
Benar bahwa tumbuhnya industry internet yang dikelola oleh bisnis rumah tangga atau bisnis hiburan kecil kecilan telah membuat prilaku baru bagi generasi junior ini. Mereka tidak lagi gagap teknologi, mereka telah mampu mengotak atik key board computer dan kaya dengan pengalaman dalam dunia maya. Namun mereka menjadi lebih agresif, kurang sabaran di rumah. Karena game on line juga mendorong mereka untuk agresif. Mereka juga menjadi kurang gerak dan kurang berkeringat, adakalanya mereka terbiasa senang menahan lapar, menahan kencing (maaf). Kalau ini terbiasa dipastikan mereka akan kronis untuk sakit lambung, sakit usus dan sakit ginjal kelak.
Kalau semua siswa di Indonesia sudah pada kecanduan dengan game on line sampai berjam-jam, kurang gerak dan kurang keringatan, maka diduga bahwa akan tidak ada bangsa Indonesia lagi yang mampu memenangkan kejuaraan olah raga di tingkat Asean, Asia apalagi tingkat dunia. Negara luas tetapi kualitas tenaga manusianya “letoi tidak berdaya”. Juga bila banyak siswa yang cuma jadi kerajingan dengan game tetapi pemalas dalam bergerak dan berkarya, maka kelak bila telah dewasa mereka akan menjadi orang dewasa yang juga pemalas dan jadi beban hidup bagi orang lain “yang cuma cerdas otak, pintar berangan angan tetapi malas dalam melakukan action. Kecanduan game on line pada sebagian siswa membuat mereka punya karakter baru. Yaitu karakter boros, pemalas dan sampa kepada karakter suka mencuri uang teman atau uang orang tua.
Rasanya anak laki-laki penulis yang sekolah di SD sudah menjadi anak yang baik, karena santun, taat, patuh, suka belajar dan suka membantu. Namun akhir akhir ini sering telat sampai berjam-jam pulang ke rumah. Tentu saja ibunya jadi cerewet dan rewel. Kadang- kadang ia juga suka bertengkar dengan adiknya gara gara uang dalam celengannya dicongkel. Atau ibunya separoh menuduh karena dompetnya sering berantakan. Sampai suatu hari ia jadi malu tertangkap tangan menghela uang yang cuma dua ribuan. Tapi itu kan karakter mencuri. “Apakah ayah mengajar mu untuk mencuri uang ?” Bisik penulis padanya agar ia tidak merasa dipermalukan.
Penyebab prilaku mencurinya adalah karena ia merasa uang jajannya tidak cukup karena ternyata setiap hari menjadi pelanggan game on line. Karena uangnya habis di internet ia pun sering pulang jalan kaki sejauh 4 km “Oke, ayah tambah uang jajan kamu dan kamu hanya boleh pergi ke internet hanya untuk satu jam. Sisakan uang untuk ditabung. Bila melanggar aturan kamu dihukum dan mencangkul rumput depan rumah selama satu jam !”. Sangat bijaksana bila orang tua selalu berbahasa santun pada anak dan menjauhkan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Namun bagaimana nasib anak lain yang sama karakternya, namun orang tua mereka suka melakukan KDRT?
Internet dan game on line punya manfaat positif, seperti diungkapkan di atas. Anak jadi cerdas, kaya dengan kosa kata, tangkas, wawasan luas dan tidak gagap teknologi. Namun efek negatif akibat ketidak mampuan mereka dalam mengendalikan diri, maka mereka menjadi “addicted” atau ketagihan, lupa pulang, malas belajar hingga bermasalah dengan orang tua dan guru di sekolah. Solusinya adalah agar ada pengaturan. Sudah saatnya ada penertiban internet liar, walau telah menjadi industry rumah tangga, karena sudah menyangkut kenyamana anak anak secara umum. Guru di sekolah mungkin juga harus menyediakan internet di pustaka tetapi tidak untuk game melulu (namun dalam kenyataan bahwa banyak kodisi SD yang sangat parah- dinding kelas jorok dan bangku reot). Orang tua juga perlu bijaksana dalam memahami dan memberi anak tanggung jawab dan perhatian. Yang lebih penting lagi agar para penguasa public (pemerintah) mulai dari ketua RT, ketua pemuda, kepala Desa, Wali nagari, sampa kepada pemberi izin warnet (legislatiif, eksekutif dan yudikatif) juga perlu mengatur kepemilikan warnet terhadap siswa SD dan SMP yang tidak mungkin mampu mengendalikan diri dan emosi mereka.
SUMBER: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=16712


Kecanduan Game Online
Game online tentu istilah itu sudah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Suatu permainan yang dirancang dengan menggunakan fasilitas internet dan dapat mencakup suatu jangkauan yang sangat luas bahkan antar negara.
Game online ini sendiri pertama kali masuk di indonesia 9 tahun lalu tepatnya Maret 2001 dan langsung mendapat sambutan hangat dari komunitas gamers di Indonesia baik tua maupun muda. Seiring berjalannya waktu bermunculan game-game baru yang sejenis menawarkan fiture yang berbeda.
Nah cerita dimulai kurang lebih 6 bulan lalu, ketika saya pergi ke warnet di sekitar kampus saya pagi hari jam 6.30 untuk print out tugas saya melihat warnet sangat penuh sesak, dan ketika saya lihat kedalam 80% dari konsumen warnet tersebut adalah pelajar berseragam sekolah, sekedar iseng saya bertanya kepada penjaga warnet yang kebetulan kenalan saya. “Bukannya hari ini masuk sekolah ya? kok rame bener mas?”, dan jawabnya “Ah, Elo kayak ga tau aja pada madol (bolos) tuh, dah biasa ini mah”. Dalam hatipun saya merasa tertusuk, kenapa? karena sayapun pernah menjadi korban dulu ketika saya awal-awal duduk di bangku kuliah hehehe… Tp saya tidak habis pikir korbannya mencakup sampai anak SD, yang seharusnya masih takut dengan orang tua mereka.
Lain cerita lain waktu saya ke warnet sekitar kampus saya lagi :D malam hari sekitar jam 22.00 WIB janjian dengan teman-teman kampus untuk bermain hingga pagi. Ketika sampai pada warnet tujuan dan hendak mulai bermain lagi-lagi warnet penuh dan kembali lagi saya terkaget-kaget konsumennya tidak lain dari anak-anak kecil berkisar 10-14 tahun, dan lagi-lagi masih berseragam sekolah. Dalam hatipun saya bertanya bagaimana perasaan orang tua dari anak-anak tersebut, melihat anaknya di warnet dari pulang sekolah sampai selarut itu ( atau bahkan bolos dari pagi :D).
Disini saya tidak mau naif atau menyebut game online itu sesuatu yang haram karena saya sendiripun adalah bekas dari korban-korban game tersebut bahkan sampai sekarangpun saya masih bermain game online, tetapi saya hanya ingin berbagi cerita akan bahayanya kencanduan dari game online.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi orang tua yang mempunyai anak yang masih sekolah dan bermain game online ( setidaknya cek sesekali ke sekolah apakah mereka bolos atau tidak :D)
SUMBER: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/20/kecanduan-game-online/





GILA CUMA KARENA GAME ONLINE
Gan,saya mau cerita nih. Ini peringatan buat yg main game online terus menerus,
saya mau share tentang orang yg saking kecanduannya sama game online. Dia jadi gila,Berikut ceritanya

Halo semuanya, saya cuma mau share pengalaman aja. Kata orang sih segala sesuatu yang berlebihan gak baik, walaupun itu hobi sekalipun. Saya cerita ini sekaligus mencari sahabat masa SMP saya yang hilang entah kemana sampai saat ini. kira-kira juragan sekalian ada yang tahu dia dimana atau pernah menjumpai sosok sahabat saya ini.

Kejadian ini terjadi sekitar 3 tahun yang lalu, antara tahun 2007-2009. Namanya Noval. Sahabat saya dari kelas 1 SMP ini orangnya kurus, tinggi, putih dan tentunya baik. Waktu kelas 2 SMP, waktu itu lagi heboh-hebohnya PS 1 dan PS2, saya dan Noval sama-sama penggila game, tak pelak hampir tiap pulang sekolah bermain game di rental PS dekat sekolah. Akhir tahun 2009, saya iseng-iseng coba maen game online, waktu itu game CrossFire. Saya akhirnya ketagihan maen Crossfire dan mengajak Noval untuk main CF bareng.

Setelah 4 bulan bermain CF, akhirnya saya bosan, tapi si Noval ini malah makin gila CF. Tiap hari main CF, sampai-sampai sering bolos sekolah. Saya waktu itu sudah peringatkan dia untuk stop bermain CF karna waktu itu kami akan naikan kelas 3. Tapi si Noval ini tetap saja bermain CF.

Waktu terima raport kelas 2 semester terakhir, mama saya bertemu dengan ibunya Noval yang waktu itu dalam keadaan hamil dan ditinggal bapaknya Noval yang lagi bertugas ke Irian. Ibunya tampak sedih sekaligus marah, kata mama saya. Lalu mama saya bertanya kepada si ibunya Noval sebab mimik mukanya yang sedih dan marah itu. Ternyata si duit SPPnya Noval dari bulan Desember sampe Juni belum dibayarkan si Noval, padahal ibunya sudah memberi rutin duit SPP itu setiap bulan. Akhirnya ibunya Noval harus membayar tunggakan 6 bulan SPP itu sebelum akhirnya si ibu bisa mengambil raport anaknya.

Mama saya lalu bercerita kepada saya. Tentu waktu itu saya marah, akhirnya saya ngomog ke dia untuk berhenti Maen CF. Tapi dasarnya tuh anak keras kepala, dia tetap saja pergi maen CF (tak tahu dapat duitnya dari mana). Semua teman saya menjauhi si Noval, karna waktu itu terbukti si Noval mencuri uang orang tuanya. Saya pun setelah capek menasehatinya akhirnya saya agak jaga jarak sama dia.

Waktu pun berlalu dan si Noval makin keranjingan CF. Bolos sekolah trus untuk maen CF. Sampai-sampai ibunya stress dan nangis2 sama saya secara anaknya yang dulu baik menjadi bejat, suka mencuri, suka bolos, nilai sekolah ancur dan suka membentak orang tuanya. Ditambah bapaknya si Noval yang tak kunjung pulang. Pada waktu itu saya hanya bisa berdoa untuk Noval untuk kembali ke jalan yang benar dan stop bermain game online, serta berdoa untuk ibunya agar tetap tabah.

Akhirnya kami lulus SMP pada Juni 2009. Alhamdulillah waktu itu Noval lulus, tapi dengan nilai yang pas-pasan. Waktu lulusan itu saya tanya ke dia, mau lanjutin dimana. Kata dia ntar aja dipikirin, lagi seru nih sama CF.

Dari terakhir kita bertemu pada waktu lulusan sampe bulan Juli 2009 itu saya tak ada kabar dari Noval. Saya mencoba telfon kerumahnya, kata ibunya anaknya itu sudah seminggu gak balik kerumah gara-gara dihajar bapaknya karna ketahuan mencuri, nakal, ngelunjak dan nglawan orang tua. Ibunya berkata sama saya waktu itu, bapaknya sudah gak nganggap Noval lagi sebagai anaknya. Dan bapaknya melarang ibunya untuk mencari anaknya itu. Saya waktu itu mencari dia kemana-mana sampai saya tanya teman-teman saya juga waktu itu tidak ketemu. Sampai saya cari ditempat biasanya dia maen game online pun, tetap saya tidak menemukan Teman saya itu.

Saya waktu itu sungguh sedih, karna sayalah dia jadi seperti itu karna saya yang memperkenalkan CF pada dia , sampai dia seperti ini Tapi apa mau dikata nasi sudah jadi bubur. saya hanya bisa berdoa agar dia baik-baik saja dan tetap dilindungi oleh Allah SWT.
SUMBER: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6581311

Ada Pemuda Tewas Karena Kecanduan Game On-line
BEIJING, TRIBUN - Diduga akibat kecanduan, seorang warga Cina tewas, setelah menghabiskan waktu tiga hari untuk bermain games.

Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, pria berusia 30 tahun yang tidak disebutkan namanya itu, sempat kehilangan kesadaran karena selama tiga hari tidak makan dan tidur, dan asyik dengan games onlinenya.

Menurut BBC, pria tersebut menghabiskan waktunya selama tiga hari itu di sebuah warung warnet di pinggiran kota Beijing. Sejumlah pengunjung kafe internet yang berada di lokasi kejadian itu segera melarikan pria tersebut ke rumah sakit terdekat guna memperoleh pertolongan. Namun sayang, nyawanya tidak terselamatkan.

Sebelum tewas, pria itu mengaku telah menghabiskan uang senilai 1.500 dolar AS (Rp 13 juta) untuk memuaskan hobinya tersebut.

Kasus serupa pernah terjadi tahun 2005. Seorang pria berusia 28 tahun saat itu, ditemukan tewas di Korea Selatan setelah bermain game online selama 50 jam nonstop.

Saat ini warga yang menggunakan internet untuk memenuhi kebutuhan informasi di Cina mencapai 450 juta orang. Mereka umumnya anak muda atau remaja. Jumlah tersebut termasuk mereka yang menggunakannya permainan game online.

Menurut blogs.FT.com, hasil riset menunjukkan puluhan juta pemuda di Cina kecanduan permainan internet. Meski penguasa Cina membatasi penggunaan fasilitas komunikasi tersebut karena alasan keamanan, jumlah pengguna jasa permainan melalui internet di Cina telah melampaui angka pengguna permainan internet di Amerika Serikat.(bbc)
SUMBER: http://batam.tribunnews.com/2011/02/24/ada-pemuda-tewas-karena-kecanduan-game-on-line

Stop Kecanduan Games Online Anak Anda
Panas terik tidak dirasakan oleh Wahid dan Budi. Tanpa pulang terlebih dulu, langkah mereka segera bergegas menuju tempat penyewaan games online. Lapar sepertinya tidak menjadi alasan bagi mereka untuk menyelesaikan game console. Jari mereka memencet-mencet tombol konsol yang ada di tangannya. Sementara matanya tak lepas dari layar monitor yang tengah menayangkan gerak akrobatis tokoh yang dikendalikannya. Mengatasi rintangan sambil menghadapi musuh-musuhnya. Begitu tokohnya mati dan permainan berakhir, dia segera mengulang dari awal dengan rasa penasaran. Tidak cukup satu atau dua jam, Wahid dan Budi bisa bermain sampai berjam-jam sebelum mereka benar-benar bisa memecahkan rasa penasaran akan permainan itu.

Ilustrasi di atas adalah kejadian nyata yang mungkin juga pernah Anda temui pada saudara, teman, atau bahkan anak Anda sendiri. Disadari atau tidak, dewasa ini game online bak candu bagi anak-anak kita. Masalah ini bisa menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan jika tidak ada kontrol atau perhatian yang serius dari orang tua, sekolah, atau pihak lain.
Sebagai orang tua tentu kita khawatir, jika melihat anak sudah keranjingan main video game? Apalagi, anak yang keranjingan main video game sampai membuat anak lupa waktu, belajar, tugas dan sebagainya.

Memang kalau kita amati, anak yang keranjingan main video game ini hampir sepanjang waktu setiap harinya berada di depan Play Station dan juga video game di komputer. Pendek kata, video game ini dapat menjadi sumber masalah antara orang tua dengan anak. Anak yang sudah keranjingan video game ini sangat sulit diatur. Bahkan tidak jarang, orang tua bertengkar dengan sang anak.

Orang tua menginginkan anak dapat membagi waktunya untuk belajar, mengerjakan tugas dan bersosialisasi. Namun sebaliknya, anak menganggap orang tua terlalu cerewet, tak pengertian, tak bisa melihat anaknya senang dan tak memberi kepercayaan pada anak.

Hal yang mengkhawatirkan, jika anak menghabiskan waktu dengan main video game dapat menyebabkan merosotnya prestasi belajar anak. Begitu juga, anak dapat tidak mempunyai kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulannya di masyarakat.

Lebih berbahaya lagi, pengaruh dari bermain video game dapat menyebabkan meningkatnya agresivitas anak. Ini dapat saja terjadi karena pengaruh permainan yang menampilkan perilaku agresif. Seperti permainan yang menampilkan perkelahian brutal, berdarah-darah, sadis, adegan penyiksaan, pembunuhan dan lain-lain. Jenis permainan yang digemari tersebut dan dinikmati secara berulang-ulang, maka secara tanpa sadar dan berangsur-angsur perilaku agresif tersebut akan terekam dalam memori alam bawah sadar anak. Akibatnya, anak menjadi terbiasa menyaksikan adegan kekerasan, sehingga sikap agresif pada anak begitu mudah terbentuk.

Menurut seorang remaja pecandu games online usia 21 tahun, sebagaimana diungkap Reuters Health, suasana permainan games di Internet memang mencekam. Remaja tersebut mengaku sulit meninggalkan ruangan selama lima tahun, sehingga bobot tubuhnya membengkak. Ia pun mulai mengkonsumsi narkoba.

Seperti yang lainnya, pria yang disebut bernama Tim itu mengawali kecanduannya dengan bermain sendiri menggunakan videogames dan berkenalan dengan GameBoy ketika umurnya masih 12 tahun. Dari situ keasyikannya berkembang.

Ia pun mulai bermain online games dengan lawan atau pasangan serentak di berbagai tempat (multiplayer online games). Permainan seperti itu lazimnya menawarkan kisah di jagad virtual yang tak pernah terselesaikan (sehingga menumbuhkan rasa penasaran), yang dapat dinikmati oleh ribuan orang sekaligus.

“Aku bahkan tidak bisa ke toilet karena itu berarti aku harus berhenti dan kalah. Makanya aku selalu bawa botol kosong untuk pipis,” tutur pecandu lain.
Mungkin karena suasana seperti itulah di Korea Selatan –salah satu negeri yang dijuluki sebagai komunitas online games saking banyaknya penggila games internet di negeri itu –pemerintah lalu bekerjasama dengan operator permainan tersebut untuk membentuk sistem yang dapat mengurangi perilaku kompulsif pecandu games. Tahun lalu di negeri itu ada korban meninggal karena gagal jantung setelah bermain game Starcraft selama 50 jam di sebuah kafe internet.

Daya tarik game seperti World of Warcraft, game tentang sihir dan ksatria Everquest, game balapan Gran Turismo, atau game 2008 FIFA World Cup, merupakan industri yang bernilai miliaran dolar. Menurut riset pasar yang dilakukan oleh perusahaan riset DCF Intelligence, pasar games online di seluruh dunia diramal akan mencapai angka 13 miliar dolar AS pada tahun 2011 atau melonjak dari 3,4 miliar dolar di tahun 2005. Perusahaan riset tersebut memperkirakan, sekitar 114 juta orang bermain games online selama dua tahun.
Sebagai sebuah bisnis, perhitungan tersebut memang menggambarkan prospek yang mengasyikkan. Namun, menurut sebuah penelitian, bermain games dapat memicu meningkatnya zat dopamine di dalam otak.

Sebuah studi di Hammersmith Hospital, sebuah rumah sakit di London, Inggris, menunjukkan bahwa meningkatnya kadar dopamine sama dengan meningkatnya kadar amphetamine, yang dapat menyebabkan kecanduan. Meningkatnya amphetamine inilah yang membuat para pemain menjadi asyik.

Di sebuah panti penyembuhan kecanduan games, Smith & Jones, di Amsterdam, Belanda, umumnya pecandu yang menjalani penyembuhan adalah mereka yang sampai mengabaikan kehidupan sehari-hari, seperti sekolah, bekerja, bergaul, kebersihan dan kesehatan pribadi, hanya supaya bisa tetap bermain, sambil mengkonsumsi minuman penambah tenaga supaya tidak lelah dan jatuh tertidur.

Harus diakui adanya unsur kesalahan pada orangtua berkaitan dengan terjerumusnya seorang anak menjadi pecandu online games. Menurut Keith Baker, direktur panti penyembuhan kecanduan game Smith & Jones, kadang orangtua menyalahkan kebiasaan anaknya yang terjerumus menjadi pecandu.
Padahal, “Ada orangtua yang merasa senang anaknya bermain games karena setidaknya membuat anak tetap tenang di rumah atau tidak berada di jalanan,” kata Baker.

“Bahkan, mereka, para orangtua itu, akan berkata kepada anaknya, “Mengapa kamu tidak pergi bermain, sementara ayah dan ibu berbicara?” “Mereka belum tahu bahwa bermain game adalah bahaya terbesar bagi kaum muda yang pernah ada,” ungkapnya.

Dikatakan, seperti halnya kecanduan di bidang lainnya, para gamers (istilah untuk pecandu games) seringkali mencoba melarikan diri dari masalah pribadinya yang membuat mereka sulit untuk menjadi dewasa.

“Kehidupan di usia 14-15 tahun tidaklah menyenangkan. Di usia itu saatnya seseorang memasuki masa puber. Itu masa yang keras. Sekarang ada sebuah momen di mana Anda hanya perlu menekan tombol dan Anda akan menjadi seorang pahlawan super... Itu adalah bagian yang menarik dari sebuah games”, tambahnya.


Plus Minus
Games Online

Sebenarnya ada beberapa manfaat positif yang dirasakan pemain video game ini, sehingga orang menjadi ketagihan bermain video game, antara lain:
•Dapat memberi rasa rileks dan mengendurkan urat saraf dari kesibukan rutin atau kecapekan setelah bekerja.
•Melatih kemampuan untuk memusatkan perhatian dan konsentrasi pemainnya.
•Melatih memecahkan masalah dengan mempergunakan analisa.
•Melatih kemampuan untuk mengatur sistematis kerja untuk mencapai tujuan.
•Mengembangkan kecepatan reaksi dan persepsi audio visual.
•Tidak membuat orang gampang putus asa.
•Melatih mengembangkan kesabaran dan ketekunan.
•Melatih mengembangkan imajinasi dan kreativitas berpikir secara lebih luas.
•Membentuk rasa percaya diri.

Dampak negatif permainan video game yang harus diantisipasi, antara lain:

•Dapat membuat pemainnya lupa waktu, lupa belajar, lupa tugas dan tanggung jawab.
•Dapat membuat pemainnya tidak produktif karena waktunya habis dipergunakan untuk bermain video game.
•Dapat meningkatkan sikap agresivitas pemainnya, karena pengaruh aksi-aksi kekerasan yang terbiasa disaksikannya.
•Dapat menyebabkan anti sosial, karena keranjingan main video game.
•Dapat menyebabkan ketegangan emosional antara orang tua dengan anak yang kecanduan video game.
SUMBER: http://nuansaonline.net/index.php?option=com_content&task=view&id=364&Itemid=34


Dari beberapa fenomena-fenomna yang saya ambil dari beberapa sumber. Dapat disimpulkan bahwa game boleh saja dimainkan untuk menghilangkan penat setelah kerjaan yang menumpuk sangat banyak ataupun setelah penat belajar, maka akan menghilangkan stres yang diakibatkan. Tetapi jika terlalu sering memainkannya maka akan mengakibatkan kecanduan yang berbahaya untuk diri sendiri tetunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar